Menelisik Teknis Pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer di Sekolah
Blog tentang Pendidikan - Sejak diluncurkan pada 2021, Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) menjadi wajah baru evaluasi pendidikan di Indonesia. Ujian ini hadir bukan sekadar menggantikan Ujian Nasional, melainkan membawa semangat baru: mengukur kompetensi dasar dan kondisi belajar siswa secara lebih menyeluruh. Tidak lagi hanya soal angka dan hafalan, ANBK dirancang untuk menilai keterampilan membaca, berpikir logis, sikap sosial, hingga kualitas lingkungan belajar di sekolah.
Namun, di balik konsep yang terlihat sederhana, pelaksanaan ANBK di lapangan penuh dengan tantangan teknis. Dari jaringan internet yang putus-nyambung, komputer sekolah yang terbatas, hingga kesiapan guru yang kini harus berperan sebagai proktor atau teknisi dadakan.
Artikel ini mengulas secara mendalam bagaimana ANBK digelar, apa saja instrumen yang diujikan, hingga persoalan yang kerap muncul di ruang ujian.
Komponen Asesmen
Berbeda dengan ujian tradisional, ANBK terdiri dari tiga instrumen utama. Pertama, Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang fokus mengukur kemampuan literasi membaca dan numerasi siswa. Literasi di sini tidak sebatas memahami teks, tetapi juga mengaitkan informasi dengan konteks kehidupan sehari-hari. Sementara numerasi bukan sekadar berhitung, melainkan melatih cara berpikir logis dalam menyelesaikan masalah.
Kedua, Survei Karakter. Bagian ini mengajak siswa merefleksikan nilai-nilai, sikap, dan kebiasaan mereka, misalnya soal kerja sama, rasa ingin tahu, hingga integritas. Konsepnya sejalan dengan visi besar "Pelajar Pancasila" yang dicanangkan Kemendikbudristek.
Ketiga, Survei Lingkungan Belajar. Berbeda dengan dua instrumen pertama yang diisi siswa, survei ini juga melibatkan guru dan kepala sekolah. Tujuannya menilai sejauh mana sekolah menciptakan iklim belajar yang sehat, mendukung, dan setara.
Kombinasi tiga instrumen ini memberi gambaran lebih utuh: tidak hanya sejauh mana siswa pintar mengerjakan soal, tetapi juga bagaimana mereka belajar dan dalam kondisi seperti apa proses itu terjadi.
Persiapan Teknis di Sekolah
Pelaksanaan ANBK tidak bisa dilepaskan dari kesiapan teknis. Sekolah dituntut memiliki perangkat memadai seperti komputer/laptop dengan jumlah cukup, jaringan internet stabil, serta pasokan listrik tanpa gangguan. Dalam panduan resmi, rasio maksimal satu proktor untuk 30 peserta menjadi standar. Artinya, sekolah dengan 90 siswa harus punya minimal tiga laboratorium komputer atau melakukan ujian dalam beberapa sesi.
Selain perangkat, peran sumber daya manusia sangat menentukan. Setiap sekolah wajib menunjuk proktor dan teknisi. Proktor bertugas mengelola jalannya ujian di aplikasi ANBK, mulai dari memberi token login hingga memantau peserta. Sementara teknisi bertugas memastikan komputer, jaringan, dan aplikasi berjalan lancar. Tidak jarang guru matematika, TIK, atau bahkan wali kelas ditunjuk sebagai teknisi dadakan karena keterbatasan tenaga di sekolah.
Sekolah juga diklasifikasikan dalam dua kategori: mandiri dan menumpang. Sekolah mandiri adalah yang sudah memiliki sarana lengkap, sedangkan sekolah menumpang harus bergabung dengan sekolah lain karena keterbatasan perangkat atau jaringan. Di lapangan, tidak sedikit sekolah dasar di pelosok yang harus mengantarkan siswanya ke SMP atau SMA terdekat hanya untuk bisa ikut ANBK.
Alur Pelaksanaan
ANBK tidak digelar secara tiba-tiba. Ada tahapan panjang yang harus dilalui sekolah dan siswa.
1. Simulasi: Beberapa pekan sebelum ujian utama, sekolah melakukan simulasi untuk mengecek kesiapan perangkat dan jaringan. Pada tahap ini siswa mencoba login menggunakan kartu ujian, sementara proktor dan teknisi menguji kestabilan sistem.
2. Gladi Bersih: Dilaksanakan sehari atau dua hari sebelum ujian utama. Tujuannya memastikan semua perangkat, jaringan, dan aplikasi benar-benar siap. Gladi bersih dianggap sebagai “general rehearsal” sebelum ujian berlangsung.
3. Pelaksanaan Utama: Inilah puncaknya. Siswa mengerjakan soal AKM, survei karakter dalam bentuk soal literasi pada hari pertama dan soal numerasi pada hari kedua. Selain itu guru dan kepala sekolah mengisi survei lingkungan belajar. Pada moda semi-daring, proktor lebih dulu melakukan sinkronisasi soal ke server lokal sebelum ujian dimulai.
Skema bertahap ini dimaksudkan untuk meminimalkan risiko teknis. Namun, tetap saja, pada hari-H kerap muncul kendala yang tak terduga.
Aplikasi dan Sistem Ujian
ANBK menggunakan platform Computer Based Test (CBT) yang dikembangkan Kemendikbudristek. Ada dua moda pelaksanaan:
- Moda daring (online): Komputer peserta langsung terhubung internet. Cocok untuk sekolah dengan jaringan stabil.
- Moda semi-daring (offline): Soal disinkronkan lebih dulu ke server lokal sekolah, lalu siswa mengerjakan ujian tanpa internet langsung. Setelah selesai, jawaban dikirim ke server pusat.
Untuk mendukung pelaksanaan ini, ada beberapa aplikasi utama:
- Helpdesk dan CBT Proses untuk tim teknis sekolah.
- Proktor Browser/Exambro Admin untuk proktor.
- Exambro Client untuk peserta ujian.
Sistem login peserta diatur lewat kartu yang berisi username dan password. Sebelum ujian, proktor merilis token yang harus dimasukkan siswa agar bisa mengakses soal. Semua ini dilakukan untuk menjaga keamanan data dan mencegah kebocoran soal.
Selain itu, aturan melarang siswa membawa ponsel ke ruang ujian. Setelah sesi berakhir, data jawaban diunggah ke server pusat untuk dianalisis lebih lanjut oleh Pusat Asesmen Pendidikan.
Jadwal Pelaksanaan Per Jenjang
ANBK dilaksanakan bertahap sesuai jenjang pendidikan. Misalnya, pada 2025 jadwalnya ditetapkan sebagai berikut:
- SMA/SMK: 4–7 Agustus.
- SMP/MTs: 25–28 Agustus.
- SD/MI: Tahap I pada 22–25 September, Tahap II pada 29 September–2 Oktober.
- Survei Lingkungan Belajar untuk guru dan kepala sekolah: 15 September–10 Oktober.
Dengan sistem bergelombang ini, server pusat tidak terbebani sekaligus, dan sekolah punya ruang untuk saling berbagi perangkat jika diperlukan.
Pengawasan dan Pelaporan
Pelaksanaan ANBK juga diawasi secara ketat. Setiap ruang ujian dipantau seorang pengawas, biasanya guru dari sekolah lain untuk menjaga netralitas. Mereka mencatat jalannya ujian, mengisi berita acara, dan menandatangani daftar hadir.
Proktor pun punya tanggung jawab administratif, mulai dari mencatat kendala hingga mengunggah laporan pelaksanaan ke laman ANBK. Pada moda semi-daring, hasil ujian disimpan dalam bentuk file lalu dikirim ke server pusat. Setelah semua terkumpul, Pusat Asesmen melakukan kalibrasi dan analisis data sebelum akhirnya hasil diumumkan dalam bentuk kategori kompetensi.
Hasil AKM biasanya dibagi ke dalam empat kategori: Perlu Intervensi, Dasar, Cakap, dan Mahir. Kategori ini tidak hanya menilai individu, tetapi juga memberikan gambaran profil sekolah dan daerah.
Tantangan di Lapangan
Meski terencana rapi, realitas di lapangan jauh dari mulus. Beberapa masalah yang paling sering muncul antara lain:
- Koneksi Internet: Banyak sekolah di daerah terpencil masih bergantung pada sinyal seluler yang lemah. Untuk mengatasi hal ini, ada sekolah yang menumpang di sekolah lain, menggunakan jaringan cadangan seperti Starlink, atau bahkan mengandalkan hotspot ponsel guru.
- Keterbatasan Perangkat: Tidak semua sekolah punya laboratorium komputer lengkap. Sebagian harus meminjam perangkat dari sekolah lain atau menyelenggarakan ujian dalam beberapa sesi agar semua siswa kebagian giliran.
- Listrik Padam: Di beberapa daerah, pemadaman listrik masih jadi momok. Solusinya dengan menyediakan genset atau UPS sebagai cadangan.
- Masalah Aplikasi: Kasus aplikasi hang atau error saat login sering terjadi. Biasanya diatasi dengan simulasi tambahan, teknisi siaga, atau memindahkan lokasi ujian ke ruang dengan sinyal lebih kuat.
Semua tantangan ini menunjukkan bahwa digitalisasi pendidikan memang bukan proses instan. Butuh waktu, investasi, dan koordinasi agar berjalan mulus.
Refleksi dan Penutup
Asesmen Nasional Berbasis Komputer adalah langkah besar Indonesia dalam memodernisasi sistem evaluasi pendidikan. Tidak lagi terpaku pada nilai akhir siswa, ANBK mengajak kita melihat pendidikan dari kacamata yang lebih luas: kompetensi dasar, karakter, dan kualitas lingkungan belajar.
Meski demikian, teknis pelaksanaannya masih menghadapi tantangan klasik: infrastruktur, kesiapan SDM, dan kondisi geografis. Namun, di sisi lain, pengalaman menggelar ANBK juga melatih sekolah untuk beradaptasi dengan teknologi, meningkatkan kerja sama antar-sekolah, hingga mempercepat transformasi digital di dunia pendidikan.
Jika tantangan-tantangan teknis bisa diatasi, ANBK berpotensi menjadi fondasi kuat untuk membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga tangguh dalam menghadapi perubahan. Dengan begitu, asesmen ini bukan hanya soal ujian, melainkan bagian dari perjalanan panjang menuju kualitas pendidikan yang lebih merata dan relevan dengan zaman.