Majas Litotes: Seni Merendah yang Justru Menguatkan Makna
Majas litotes adalah salah satu gaya bahasa yang sering dipakai tanpa disadari dalam percakapan sehari-hari, karya sastra, bahkan pidato resmi. Ketika seseorang berkata, “Ini hanya hadiah kecil,” padahal nilainya besar, di situlah majas litotes bekerja dengan halus namun penuh makna.
Dengan teknik mengecilkan atau merendahkan kenyataan, majas litotes menghadirkan bentuk komunikasi yang santun, cerdas, dan sarat pesan tersembunyi.
Apa Itu Majas Litotes?
Dalam dunia linguistik dan retorika, majas litotes dikenal sebagai bentuk understatement, yaitu gaya bahasa yang sengaja menyatakan sesuatu secara lebih rendah atau lebih kecil daripada kenyataan yang sebenarnya.
Secara etimologi, istilah litotes berasal dari bahasa Yunani “λιτότης” (litotēs) yang berarti kesederhanaan atau kerendahan hati dalam ungkapan.
Konsep ini kemudian masuk ke dalam teori retorika Barat sebagai salah satu teknik bahasa untuk menyampaikan pesan secara tidak langsung melalui bentuk pengecilan makna.
Berbeda dengan hiperbola (yang melebih-lebihkan), litotes justru mengekang pujian atau fakta sehingga terdengar lebih datar, rendah, atau bahkan negatif, padahal kenyataannya positif.
Dalam Bahasa Indonesia, majas ini sering muncul dalam situasi formal maupun informal, terutama dalam budaya yang menjunjung tinggi kerendahan hati seperti budaya Timur.
Misalnya:
“Rumah kami sederhana saja.”
“Ini hanya kemampuan biasa.”
Ungkapan tersebut secara harfiah terlihat biasa, namun sebenarnya mengandung pesan tersembunyi bahwa rumah itu bagus, atau kemampuan itu cukup tinggi.
Di dunia pendidikan dan sastra, majas litotes juga dipelajari sebagai bagian dari majas pertentangan atau majas perendahan diri. Hal ini menjadikannya unik karena memiliki fungsi sosial dan psikologis dalam komunikasi manusia.
Karakteristik Majas Litotes
Agar tidak salah memahami, penting untuk mengetahui ciri-ciri utama yang secara konsisten muncul pada majas litotes. Inilah karakteristik esensialnya:
1. Mengandung unsur perendahan diri
Subjek yang berbicara biasanya sengaja “menurunkan posisi” dirinya agar tidak tampak sombong atau berlebihan di mata orang lain.
Contoh:
“Saya hanya pegawai kecil.”
Kalimat ini hampir selalu mengandung unsur litotes karena sang pembicara merendahkan peran atau statusnya.
2. Menggunakan diksi bernuansa negatif atau pelemahan
Kata-kata seperti:
- Hanya
- Sekadar
- Tidak seberapa
- Seadanya
- Biasa saja
Sering menjadi penanda kuat bahwa sebuah kalimat berpotensi mengandung majas litotes.
3. Bertolak belakang dengan realitas
Kekuatan litotes terletak pada kontradiksi halus antara kata-kata yang diucapkan dengan kenyataan yang sebenarnya.
Contoh:
“Hadiah ini tidak seberapa.”
Namun faktanya, hadiah itu sangat mahal dan berharga.
4. Bersifat implisit, bukan eksplisit
Berbeda dengan hiperbola yang terang-terangan menyebutkan kehebatan, litotes justru mengajak audiens menafsirkan sendiri makna tersiratnya. Di sinilah letak kekuatan retorisnya.
Fungsi Majas Litotes
Mengapa majas litotes penting untuk dipahami, terutama di dunia pendidikan?
1. Media pembelajaran etika berbicara
Dalam pendidikan karakter, litotes mengajarkan kerendahan hati dan kesantunan dalam berbahasa. Siswa belajar bahwa kehebatan tidak selalu harus diucapkan secara lantang.
2. Memperhalus kritik dan pujian
Guru sering menggunakan bentuk litotes agar tidak membuat murid merasa tertekan atau tersinggung.
Contoh:
“Jawabanmu sudah cukup baik, hanya perlu sedikit diperbaiki.”
Kalimat ini lebih lembut dibanding:
“Jawabanmu salah.”
3. Menciptakan suasana komunikasi yang nyaman
Dalam diskusi atau presentasi, penggunaan litotes membuat pembicara terlihat rendah hati, sehingga audiens merasa lebih nyaman dan tidak terintimidasi.
4. Menunjukkan kecerdasan berbahasa
Dalam karya sastra, penggunaan litotes mencerminkan kedalaman nalar penulis dan kehalusan gaya bahasa. Banyak sastrawan besar menggunakan litotes untuk membangun kesan elegan dan humanis.
Cara Kerja Majas Litotes
Dari sisi psikologi komunikasi, majas litotes tidak sekadar gaya bahasa, melainkan strategi psikologis. Ia bekerja dengan cara:
- Menghindari konfrontasi langsung
- Melindungi ego pembicara dan pendengar
- Mengontrol kesan sosial (social impression)
- Membentuk citra rendah hati dan bersahaja
Dalam teori pragmatik bahasa, penggunaan litotes adalah bentuk strategi kesantunan (politeness strategy) yang dikemukakan oleh Brown dan Levinson.
Dengan litotes, seseorang menghindari ancaman terhadap harga diri (face) orang lain.
Itulah mengapa litotes sering muncul dalam:
- Pidato resmi
- Surat lamaran kerja
- Sambutan kemenangan
- Percakapan orang tua dan guru
- Dialog dalam novel dan film
Contoh Majas Litotes dalam Kehidupan Sehari-hari
Agar pemahaman semakin kuat, berikut contoh tambahan berdasarkan situasi nyata:
| Kalimat | Makna Tersirat |
|---|---|
| “Saya ini cuma orang biasa.” | Sebenarnya memiliki posisi, pengaruh, atau pencapaian yang signifikan. |
| “Karya saya masih jauh dari bagus.” | Karya tersebut sebenarnya cukup berkualitas atau layak diapresiasi. |
| “Makanannya sederhana saja.” | Makanan itu terasa lezat dan lengkap meskipun diungkapkan merendah. |
| “Rumah kami kecil.” | Rumah tersebut pada kenyataannya nyaman atau lebih besar dari yang dikatakan. |
| “Ilmu saya masih dangkal.” | Penutur sebenarnya memiliki pengetahuan yang cukup mendalam atau kompeten. |
| “Ini hanya hadiah kecil.” | Hadiah tersebut bernilai atau bermakna lebih dari ungkapan yang dibuat. |
| “Pekerjaan ini hanya tugas ringan.” | Pekerjaan itu sebetulnya penting atau memerlukan usaha yang cukup besar. |
| “Prestasinya tidak istimewa.” | Prestasi tersebut sebenarnya patut diacungi jempol. |
Semua contoh ini menunjukkan pola yang sama yakni pernyataan terlihat rendah, tapi makna sebenarnya lebih tinggi.
Majas Litotes dalam Sastra dan Retorika Modern
Dalam sastra modern, litotes berfungsi sebagai:
- Teknik penguatan karakter tokoh
- Cermin sifat rendah hati
- Pengontrasan dengan karakter sombong
- Pembentuk konflik batin yang halus
Tokoh dalam novel yang sering berkata:
“Saya tak pantas menerima penghargaan ini.”
Sering kali justru adalah tokoh paling berjasa dalam cerita.
Penulis besar seperti:
- Asma Nadia
- Tere Liye
- Andrea Hirata
Menggunakan bentuk litotes secara implisit dalam karya-karya mereka untuk menampilkan kerendahan hati dan kedalaman emosi tokohnya.
Dalam dunia pidato, tokoh besar juga memakai litotes, misalnya:
“Saya hanya manusia biasa yang diberi kesempatan.”
Padahal ia adalah pemimpin besar atau tokoh terkenal.
Ini menunjukkan bahwa litotes bukan hanya milik bahasa sastra, tetapi juga bagian penting dalam retorika kepemimpinan dan komunikasi publik.
Kesalahan Umum dalam Menggunakan Majas Litotes
Walaupun terlihat sederhana, ada beberapa kesalahan yang sering terjadi:
- Menggunakan litotes secara berlebihan → membuat pesan kehilangan kekuatan
- Tidak sesuai konteks → bisa disalahartikan sebagai kebohongan
- Digunakan untuk merendahkan diri secara tidak sehat
- Menjadi bentuk manipulasi simpati
Sebagai pendidik atau pelajar, penting untuk memahami bahwa litotes bukan berarti meremehkan diri secara patologis, melainkan strategi komunikasi yang sehat jika digunakan dengan tepat.
Kesimpulan
Majas litotes bukan sekadar gaya bahasa biasa. Ia merepresentasikan nilai budaya, etika, psikologi, dan kecerdasan komunikasi dalam satu kesatuan yang halus namun kuat. Dengan mengecilkan kata, litotes justru membesarkan makna — sebuah ironi indah dalam dunia bahasa.
Jika kamu ingin menguasai seni berbahasa yang lebih santun, cerdas, dan berkelas, maka memahami serta mempraktikkan majas litotes adalah langkah strategis yang tidak boleh dilewatkan.
Coba perhatikan lingkungan sekitarmu hari ini, dan temukan satu contoh litotes dalam percakapan nyata.
Pertanyaan Umum (FAQ)
1. Apakah majas litotes selalu bermakna positif?
Tidak selalu. Tergantung konteks. Umumnya ia melemahkan pernyataan, bisa bermakna positif, netral, atau bahkan sindiran halus.
2. Apakah litotes termasuk majas pertentangan?
Ya, dalam klasifikasi Bahasa Indonesia, litotes masuk dalam kelompok majas pertentangan atau perendahan.
3. Apa bedanya litotes dengan rendah diri biasa?
Litotes adalah gaya bahasa, sedangkan rendah diri adalah kondisi psikologis.
4. Di mana majas litotes paling sering digunakan?
Dalam sastra, pidato, karya tulis ilmiah, dan komunikasi diplomatis.
5. Apakah penggunaan litotes penting dalam dunia pendidikan?
Sangat penting, karena mengajarkan kesantunan, etika, dan kecerdasan komunikasi.