Mengupas Tuntas Majas Oksimoron yang Tajam dan Penuh Makna

Majas oksimoron adalah salah satu gaya bahasa paling unik dalam Bahasa Indonesia, karena secara sengaja menyatukan dua kata yang saling bertentangan dalam satu ungkapan yang justru melahirkan makna baru. 

Benturan makna inilah yang membuat oksimoron terasa tajam, puitis, sekaligus menggugah rasa ingin tahu pembaca.

Dalam dunia pendidikan dan sastra, majas ini kerap digunakan untuk menghadirkan kontras emosi, ide, dan realitas hidup, sehingga pesan yang disampaikan terasa lebih dalam, kompleks, dan berlapis makna.

Apa Itu Majas Oksimoron?

Majas oksimoron adalah gaya bahasa (figure of speech) yang menggabungkan dua kata atau frasa berlawanan (antonim) dalam satu kesatuan ungkapan. 

Kedua kata tersebut secara logika seharusnya saling meniadakan, tetapi justru ditempatkan berdampingan untuk menghasilkan makna baru yang bersifat kiasan, puitis, atau paradoksal.

Secara etimologis, istilah “oxymoron” berasal dari bahasa Yunani: oxys (tajam) dan moros (tumpul atau bodoh). Gabungan kedua kata tersebut secara langsung sudah mencerminkan prinsip majas ini yaitu menyatukan dua konsep yang bertolak belakang.

Dalam kajian linguistik, majas oksimoron termasuk ke dalam majas pertentangan bersama paradoks, antitesis, dan hiperbola. Namun, oksimoron memiliki karakter unik: pertentangan makna terjadi dalam satu frasa atau klausa yang sama, bukan dalam dua kalimat yang terpisah.

Contoh sederhana: “Isak tangis bahagia”, “Keheningan yang bising”, “Kebenaran yang menyakitkan”. Secara literal, ungkapan tersebut tampak tidak masuk akal. Namun dalam konteks emosional, manusia langsung memahami maknanya. Inilah kekuatan utama majas oksimoron: memicu nalar, emosi, dan imajinasi sekaligus.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oksimoron dijelaskan sebagai gaya bahasa yang memadukan kata-kata yang maknanya saling bertentangan. Meski singkat, definisi ini memperjelas fungsi utama oksimoron sebagai alat retoris yang menonjolkan kontras makna.

Karakteristik Majas Oksimoron

Untuk memahami majas oksimoron secara lebih mendalam, penting mengenali ciri khas yang membedakannya dari gaya bahasa lainnya:

1. Mengandung Dua Makna yang Bertolak Belakang

Unsur utama oksimoron adalah keberadaan dua kata atau konsep yang saling berlawanan, seperti: hidup – mati, bahagia – sedih, terang – gelap, besar – kecil, diam – bising. Kedua kata tersebut secara semantik tidak bisa berdiri bersamaan dalam logika biasa, namun dalam oksimoron justru dipadukan.

2. Berada dalam Satu Frasa atau Satu Klausa

Berbeda dari antitesis yang sering terbagi dalam dua bagian kalimat, oksimoron biasanya muncul dalam satu rangkaian kata, misalnya: “Kesunyian yang ramai”, “Manisnya luka”, “Kegelapan yang terang”. Inilah yang membuatnya lebih ringkas, padat, namun sangat kuat secara makna.

3. Melahirkan Efek Paradoks atau Ironi

Majas oksimoron menciptakan efek yang tidak biasa: membingungkan, memikat, dan mengajak pembaca berpikir lebih dalam. Di sinilah muncul unsur: ironi, refleksi emosional, pergulatan batin, kritik sosial tersirat. Efek ini sangat disukai dalam puisi, cerpen, lirik lagu, dan karya sastra modern.

Fungsi Majas Oksimoron

Dalam dunia pendidikan, khususnya pembelajaran Bahasa Indonesia, majas oksimoron memiliki peran penting sebagai alat untuk:

1. Melatih Daya Pikir Kritis dan Interpretatif

Ketika siswa dihadapkan pada ungkapan seperti “keheningan yang bising”, mereka dipaksa untuk: tidak berpikir secara literal, menafsirkan makna tersirat, dan menghubungkan konteks emosional serta realitas. Ini melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills).

2. Memperkaya Kemampuan Menulis Karya Sastra

Oksimoron membuat tulisan lebih tajam, emosional, artistik, dan tidak monoton. Bagi penulis puisi, cerpen, atau sastra modern, majas ini menjadi alat untuk menggambarkan konflik batin, suasana batin, dan realita kompleks kehidupan.

3. Menghadirkan Estetika Bahasa

Dalam sastra, keindahan tidak hanya lahir dari kata yang indah, tetapi justru dari benturan makna yang menggugah. Oksimoron menciptakan keindahan melalui pertentangan. Contoh: “Damai dalam perang batin”, “Cinta yang menyakitkan”, “Ketulusan yang palsu” — ungkapan seperti ini terasa hidup, kuat, dan sangat manusiawi.

4. Digunakan dalam Retorika dan Komunikasi Modern

Tak hanya dalam sastra klasik, oksimoron juga banyak ditemui pada judul berita, slogan iklan, caption media sosial, pidato motivasi, dan lirik musik. Misalnya: “Kegagalan yang membawa kemenangan”, “Diam yang berbicara”, “Luka yang menyembuhkan”. Semua itu memancing atensi dan memperdalam pesan.

Contoh Majas Oksimoron

  1. Ia menangis dengan isak tangis bahagia saat akhirnya bertemu kembali dengan orang yang telah lama ia rindukan.
    Kalimat ini menggabungkan pertentangan antara “tangis” dan “bahagia” untuk menggambarkan emosi yang sangat dalam.

  2. Di tengah keramaian kota yang penuh suara, ia justru merasakan keheningan yang bising di dalam pikirannya.
    Pertentangan antara “hening” dan “bising” menunjukkan konflik batin yang tidak terlihat.

  3. Kegagalan itu berubah menjadi pengalaman terindah dalam hidupnya karena darinyalah ia belajar arti keteguhan.
    Kata “kegagalan” tidak lagi bermakna negatif, melainkan justru memiliki nilai keindahan.

  4. Ia tersenyum dalam luka yang perih, seolah rasa sakit itu adalah bagian dari kebahagiaan yang harus ia terima.
    Di sini, senyum dan luka menyatu dalam satu kondisi yang bertentangan.

  5. Cintanya yang begitu dalam perlahan berubah menjadi kebencian yang lembut dan membingungkan.
    Kata “cinta” dan “benci” yang berlawanan ditempatkan dalam satu napas emosi.

  6. Kejujuran yang menyakitkan itu justru membuka jalan bagi kedamaian yang lebih tulus.
    “Menyakitkan” dan “kedamaian” menjadi dua sisi berlawanan dalam satu peristiwa.

  7. Dalam kegelapan hidupnya, muncul secercah terang yang membuatnya kembali percaya pada harapan.
    Pertentangan antara “gelap” dan “terang” memperkuat makna harapan.

  8. Ia menikmati kesendirian yang ramai oleh kenangan masa lalu yang masih berputar di pikirannya.
    “Kesendirian” dan “ramai” menyatu dalam pengalaman psikologis yang kompleks.

  9. Senyumnya yang dingin justru menghadirkan kehangatan yang aneh di antara mereka.
    “Dingin” dan “hangat” bersatu dalam ekspresi yang tidak lazim.

  10. Kesalahan yang tampak buruk itu menjadi awal dari keputusan paling benar dalam hidupnya.
    “Salah” dan “benar” dipertentangkan untuk menghasilkan makna baru.

Contoh-contoh ini tidak hanya menunjukkan benturan kata, tetapi juga menggambarkan konflik batin dan realitas manusia yang kompleks.

Relevansi Majas Oksimoron dalam Kehidupan Modern

Di era digital, majas oksimoron semakin relevan karena kehidupan manusia memang penuh dengan kontradiksi seperti bahagia tapi hampa, terhubung tapi kesepian, bebas tapi terikat, sukses tapi tertekan. 

Media sosial, budaya populer, dan kehidupan urban modern penuh dengan situasi yang hanya bisa dijelaskan secara tepat melalui bahasa oksimoron. Ini menjadikannya salah satu gaya bahasa paling “modern” meski berasal dari konsep klasik.

Dalam konteks pendidikan karakter, oksimoron juga membantu siswa memahami bahwa hidup tidak selalu hitam-putih, masih ada abu-abu, ada kontradiksi, dan ada makna di balik pertentangan.

Kesimpulan

Majas oksimoron bukan sekadar permainan kata yang bertentangan, melainkan cerminan dari kompleksitas hidup manusia. Ia mempertemukan dua kutub berlawanan, lalu menjadikannya alat refleksi, keindahan, kritik, dan pemahaman yang lebih dalam.

Bagi pelajar, guru, penulis, dan pecinta bahasa, memahami majas oksimoron berarti membuka pintu ke cara berpikir yang lebih tajam, peka, dan reflektif.

Pertanyaan Umum (FAQ)

Apa majas oksimoron selalu harus menggunakan antonim murni?

Tidak selalu. Yang terpenting adalah kesan pertentangan makna dirasakan secara jelas oleh pembaca.

Apakah majas oksimoron termasuk majas perbandingan?

Bukan. Oksimoron termasuk dalam majas pertentangan.

Di mana paling sering ditemukan majas oksimoron?

Dalam puisi, prosa, lagu, slogan iklan, judul berita, dan teks sastra modern.

Apakah majas oksimoron boleh digunakan dalam tulisan ilmiah?

Boleh, tetapi sangat terbatas. Biasanya dipakai pada bagian reflektif atau ilustratif.

Apa manfaat mempelajari majas oksimoron bagi siswa?

Melatih berpikir kritis, memperkaya kosakata, dan meningkatkan kemampuan menulis ekspresif.

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url