Capaian Pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka: Panduan Lengkap
Blog tentang Pendidikan - Sejak diluncurkannya Kurikulum Merdeka oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), satu istilah baru mencuri perhatian banyak pendidik yaitu Capaian Pembelajaran (CP). Istilah ini perlahan menggantikan peran lama Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KI-KD) yang dulu menjadi panduan utama dalam Kurikulum 2013.
Banyak guru, orang tua, bahkan siswa bertanya-tanya sebenarnya apa itu CP? Mengapa Kurikulum Merdeka lebih menekankan capaian per fase, bukan per kelas? Bagaimana perannya dalam pembelajaran sehari-hari di sekolah?.
Artikel ini akan mengulas tuntas mulai dari definisi resmi, fungsi CP, struktur per fase, hingga perbandingannya dengan KI-KD lama. Dengan bahasa yang lugas, kita akan membedah konsep ini agar lebih mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan.
Apa Itu Capaian Pembelajaran?
Dalam dokumen resmi Kemendikbudristek, Capaian Pembelajaran diartikan sebagai kompetensi yang wajib dikuasai siswa pada akhir setiap fase belajar. Artinya, CP bukan lagi target tahunan yang dipecah per kelas, tetapi berupa gambaran keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang harus dimiliki siswa setelah menuntaskan satu fase tertentu (misalnya fase A untuk kelas 1–2 SD, atau fase D untuk SMP).
Jika pada Kurikulum 2013 guru berpegang pada daftar KI-KD yang cukup rinci setiap tahun, Kurikulum Merdeka justru memberi ruang lebih longgar. CP hanya menetapkan standar minimum, sementara proses menuju ke sana bisa disesuaikan oleh guru sesuai kebutuhan siswa.
Dengan konsep ini, pembelajaran tidak lagi sekadar "menyelesaikan materi per bab", melainkan berfokus pada memastikan anak benar-benar menguasai keterampilan esensial.
Fungsi dan Peran Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran punya fungsi strategis dalam Kurikulum Merdeka. Ia bukan sekadar daftar kompetensi, melainkan “kompas” yang mengarahkan guru saat merancang pembelajaran.
Beberapa fungsi utama CP antara lain:
1. Sebagai acuan perencanaan pembelajaran
Guru menggunakan CP sebagai kerangka saat menyusun rencana pelajaran. Misalnya, jika CP menargetkan siswa mampu memahami teks naratif sederhana, maka seluruh aktivitas belajar dari membaca bersama, berdiskusi, hingga menulis cerita yang dirancang untuk mencapai kompetensi itu.
2. Sebagai dasar penilaian
Dalam Kurikulum Merdeka, asesmen tidak hanya mengejar angka, tetapi memastikan siswa benar-benar menguasai kompetensi inti. CP inilah yang menjadi tolok ukur dalam menilai apakah pembelajaran sudah berhasil.
3. Sebagai panduan kolaborasi antar guru
Karena CP ditetapkan per fase (2–3 tahun), guru di kelas bawah dan atas harus saling memahami target bersama. Dengan begitu, proses pembelajaran bisa lebih berkesinambungan.
4. Memberi ruang diferensiasi
Tidak semua siswa belajar dengan kecepatan yang sama. CP memungkinkan guru menyesuaikan strategi agar anak yang cepat belajar bisa lebih dieksplorasi, sementara yang masih tertinggal tetap mendapat dukungan.
Singkatnya, CP berperan seperti peta jalan yang memandu guru tanpa membatasi kreativitas mereka dalam mengatur strategi.
Baca Juga:
Perbedaan CP dan TP dalam Kurikulum Merdeka
Struktur dan Komponen Capaian Pembelajaran
Struktur Capaian Pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka disusun berdasarkan fase, bukan kelas. Ada tujuh fase yang mencakup seluruh jenjang pendidikan dasar hingga menengah:
- Fase Fondasi: Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
- Fase A: Kelas 1–2 SD
- Fase B: Kelas 3–4 SD
- Fase C: Kelas 5–6 SD
- Fase D: Kelas 7–9 SMP
- Fase E: Kelas 10 SMA/SMK
- Fase F: Kelas 11–12 SMA/SMK
Pada tiap fase, CP dirinci ke dalam elemen-elemen kompetensi. Misalnya, untuk PAUD, elemen CP mencakup nilai agama dan moral, jati diri, serta keterampilan dasar literasi, numerasi, dan sains. Sedangkan di SD hingga SMA, CP dibagi per mata pelajaran.
Contoh konkret:
- Bahasa Indonesia Fase A → elemen menyimak, membaca, berbicara, menulis.
- Matematika Fase B → operasi bilangan, pengukuran, hingga pemecahan masalah.
Struktur ini menunjukkan bahwa CP tidak sekadar daftar materi pelajaran, tetapi kerangka kompetensi yang berlapis sesuai perkembangan usia anak.
Implementasi CP dalam Kegiatan Belajar
Bagaimana CP diterapkan di ruang kelas? Mari ambil contoh sederhana.
Pada Matematika Fase B (kelas 3–4 SD), salah satu CP menyebutkan bahwa siswa harus mampu melakukan operasi hitung bilangan cacah hingga 10.000. Guru kemudian menyusun pembelajaran bertahap mulai dari latihan soal sederhana, permainan berhitung, hingga masalah kontekstual seperti menghitung harga barang belanjaan.
Sepanjang proses, guru melakukan asesmen formatif untuk memastikan anak benar-benar paham, bukan sekadar hafal. Jika ada siswa yang masih kesulitan, guru bisa melakukan pengayaan atau remedial sesuai kebutuhan.
Hal menarik dari CP adalah fleksibilitasnya. Guru tidak harus mengikuti urutan bab di buku teks, tetapi boleh menyusun strategi sesuai konteks lokal. Misalnya, di daerah pesisir, operasi bilangan bisa diajarkan lewat menghitung hasil tangkapan ikan. Di daerah perkebunan, bisa lewat menghitung jumlah buah.
Dengan begitu, pembelajaran terasa lebih dekat dengan kehidupan nyata siswa dan tetap berorientasi pada kompetensi yang ditargetkan.
CP vs KI-KD: Apa Bedanya?
Bagi banyak guru, pertanyaan klasik yang muncul adalah: apa bedanya CP dengan KI-KD yang dulu dipakai di Kurikulum 2013?
Mari kita bedah tiga perbedaan kunci:
1. Tingkat Penetapan Kompetensi
- KI-KD: kompetensi dipecah per kelas dan per tahun.
- CP: kompetensi ditetapkan per fase (2–3 tahun).
Artinya, CP lebih longgar karena guru bisa mengatur urutan pembelajaran sesuai kebutuhan siswa, tanpa terikat target tahunan yang kaku.
2. Fleksibilitas
- KI-KD: urutan materi sudah ditentukan, guru wajib mengikuti.
- CP: guru bebas mengatur strategi, selama kompetensi akhir tercapai.
Dengan fleksibilitas ini, guru bisa menerapkan pembelajaran berdiferensiasi sesuai gaya belajar anak.
3. Pendekatan Perancangan
- KI-KD: cenderung “forward design” mulai dari silabus, lalu ke kegiatan.
- CP: menggunakan “backward design” dimulai dari target akhir, baru disusun kegiatan untuk mencapainya.
Pendekatan backward design lebih sesuai dengan pembelajaran abad 21 yang menekankan keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, kreativitas, dan karakter.
Secara ringkas, CP menghadirkan pergeseran besar: dari kurikulum yang kaku dan seragam, menjadi lebih fleksibel, berorientasi pada kompetensi, dan berpusat pada siswa.
Dampak CP bagi Guru, Siswa, dan Orang Tua
Penerapan CP membawa konsekuensi bagi semua pihak yang terlibat dalam pendidikan.
- Bagi guru, CP menuntut kreativitas lebih besar dalam merancang pembelajaran. Namun, di sisi lain, guru mendapat keleluasaan untuk menyesuaikan metode dengan kondisi siswa.
- Bagi siswa, CP memberi ruang belajar yang lebih manusiawi. Anak tidak lagi terjebak pada target hafalan per bab, melainkan diarahkan menguasai keterampilan esensial.
- Bagi orang tua, CP membantu mereka memahami bahwa keberhasilan anak tidak diukur semata-mata dari nilai ujian, melainkan dari penguasaan kompetensi sesuai fasenya.
Perubahan mindset ini mungkin tidak mudah, tetapi sejalan dengan semangat Kurikulum Merdeka yaitu memberikan kebebasan belajar yang lebih bermakna.
Tantangan dalam Penerapan Capaian Pembelajaran
Meski konsepnya ideal, implementasi CP di lapangan tentu tidak lepas dari tantangan.
Beberapa di antaranya:
- Kesiapan guru. Tidak semua pendidik langsung memahami cara merancang pembelajaran berbasis CP. Diperlukan pelatihan dan pendampingan intensif.
- Keterbatasan sumber daya. Sekolah di daerah tertentu masih menghadapi masalah keterbatasan buku, fasilitas, dan akses teknologi. Padahal CP menuntut variasi strategi belajar.
- Pemahaman orang tua. Sebagian orang tua masih terbiasa dengan cara lama yang menilai anak berdasarkan nilai rapor. Sosialisasi tentang CP perlu terus dilakukan agar mereka tidak salah paham.
Meski demikian, tantangan ini bisa diatasi jika ada sinergi antara pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat.
File Unduhan Capaian Pembelajaran
Bagi Bapak/Ibu yang butuh dan sedang mencari file CP Kurikulum Merdeka yang terbaru, maka tak perlu susah-susah mencari karena Penulis sudah menyiapkan file unduhannya dibawah ini:
- CP SD Mata Pelajaran Matematika Fase A, B dan C
- CP SD Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Fase A, B dan C
Penutup
Capaian Pembelajaran bukan sekadar istilah teknis dalam Kurikulum Merdeka. Ia adalah fondasi yang menegaskan pergeseran paradigma pendidikan kita mulai dari pembelajaran berbasis materi menuju pembelajaran berbasis kompetensi.
Dengan CP, guru diberi ruang untuk lebih kreatif, siswa diberi kesempatan untuk belajar sesuai irama mereka, dan orang tua diajak memahami bahwa keberhasilan anak tidak melulu soal angka di rapor.
Tentu, implementasinya masih penuh tantangan. Namun, jika dijalankan konsisten, CP bisa menjadi langkah penting dalam mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berkarakter, berdaya saing, dan siap menghadapi tantangan global.
Pertanyaan Umum (FAQ)
1. Apa bedanya Capaian Pembelajaran (CP) dengan Kompetensi Dasar (KD)?
CP ditetapkan per fase (2–3 tahun) sehingga lebih fleksibel, sedangkan KD ditetapkan per kelas tiap tahun ajaran. CP memberi ruang bagi guru untuk menyesuaikan urutan pembelajaran, sementara KD lebih kaku karena urutannya sudah ditentukan.
2. Apakah CP berlaku untuk semua mata pelajaran?
Ya. Setiap mata pelajaran memiliki CP yang disusun sesuai fase pembelajaran. Misalnya, CP Bahasa Indonesia berbeda dengan CP Matematika, tetapi keduanya sama-sama mengacu pada kompetensi inti yang harus dikuasai siswa di akhir fase.
3. Bagaimana cara guru menggunakan CP dalam merancang pembelajaran?
Guru menggunakan CP sebagai acuan utama. Dari CP, guru menentukan tujuan belajar, strategi pembelajaran, hingga asesmen. Contohnya, jika CP menargetkan siswa mampu memahami teks naratif, guru bisa menyusun aktivitas membaca cerita, berdiskusi, lalu menulis kembali cerita dengan bahasa sendiri.
4. Apakah CP membuat pembelajaran lebih sulit bagi siswa?
Tidak. Justru CP bertujuan membuat pembelajaran lebih relevan dengan kebutuhan siswa. Karena kompetensi ditetapkan per fase, siswa punya waktu lebih panjang untuk mencapai target, sehingga tidak terbebani oleh target tahunan yang terlalu padat.
5. Bagaimana orang tua bisa memahami perkembangan anak dalam sistem CP?
Orang tua dapat melihat perkembangan anak melalui laporan asesmen yang berbasis kompetensi, bukan sekadar angka rapor. Guru biasanya menjelaskan keterampilan apa saja yang sudah dicapai anak, dan kompetensi apa yang masih perlu dikembangkan.